Traditional weddings (lipal fa'i)

Lipal Fa’i (traditional weddings) involve a series of rituals and elements. First there is what is called valahana, also called barlake, essentially the negotiation of a contract between two families to form a union in marriage. It is a 'ritual and equal exchange that is the basis of regulating relationships' according to Sara Niner (2012), sometimes described as bride price negotiation. Obtaining a bride is expensive; the groom’s family must provide large quantities of livestock (buffalo, cows or pigs), textiles, and, nowadays, cash. The bride's family in turn give traditional clothes made from tais to the groom’s family. In this valahana phase, ‘there can be a lot of waiting around for something to happen, and while they wait people, particularly women, may sing vaihoho’ according to Philip Yampolsky (2012). While they wait, women gin cotton and spin it into thread.

Once a bride price is settled, the wedding goes forth. Food is prepared. The bride's family, often mostly women sometimes helped by men, prepare rice by husking it. This process has its own ritual, called orontafa. Orontafa involves a group of around people, men and women, sitting or or standing on either side of an oron, a large log 'mortar', filled with unhulled rice. They hit the oron with bamboo sticks in a steady rhythm, working to remove the husk of the rice. While they pound the rice they sing the orontafa song that can last a whole night. In addition to weddings, the orontafa is performed in preparation for other cultural ceremonies, such as the building or inaugurating a lee ia val (or uma lulik in Tetum), a traditional house.

Photo: Orontafa performed in aldeia Ililapa, Lore II.

 
Video: Orontafa performed in Ililapa.


For any wedding the bride’s family must also provide maca-maca, packets of sticky rice cake wrapped in plaited leaves (ketupat in Indonesian). The activity of making maca-maca is called ore fa’i, and is accompanied by singing of vaihoho. Ore fa'i function as invitations to the wedding, those who receive the invitation are obliged to come and to bring offerings for the bride or groom.

Video: Ore fa'i woven while the negotiations take place.
 
Video: Ore fa'i weaving in aledia Sepelata, Bauro.
 
The vaihoho verses sung in orontafa and ore fa’i mostly concern love and marriage. In last part of a wedding, the bride is escorted to her husband’s house. People will sing vaihoho to describe and echo her feelings of sadness, leaving her childhood home to join that of her husband’s.
 
Once the negotiations over the bride price have taken place, the final stage of lipal fa'i is for both families to sing together under a piece of tais. Lipal vaihoho nu is the vaihoho that is sung in this aspect of the ritual.
 
 

Photo: Lipal vaihoho nu performed in aldeia Paiira, Cacavei.

 
Video: Lipal vaihoho nu performed in aldeia Paiira, Cacavei.
 

Lipal fa’i was documented in the sub-village of Sepelata (Nanafoe) in Bauro, and in the sub-villages of Cai and Titilari in Lore I, Lospalos. Respondents in Sepelata, Lospalos reported vaihoho sung at lipal fa’i is sung by people living in geographically flat grasslands areas. These rituals and associated vaihoho are learnt when people gather together to practice them.

Lipal Fa'i (pernikahan tradisional) melibatkan serangkaian ritual dan elemen. Pertama adalah valahana, juga disebut barlake, pada dasarnya merupakan negosiasi kontrak antara dua keluarga untuk membentuk serikat dalam pernikahan. Ini adalah 'ritual dan pertukaran setara yang merupakan dasar dari mengatur hubungan' menurut Sara Niner (2012), kadang-kadang digambarkan sebagai negosiasi harga pengantin. Jika mendapatkan pengantin yang mahal; keluarga mempelai pria harus menyediakan sejumlah besar ternak (kerbau, sapi, atau babi), tekstil, dan, saat ini, uang tunai. Keluarga pengantin perempuan pada gilirannya memberikan pakaian tradisional yang terbuat dari tais untuk keluarga pengantin pria. Dalam fase valahana ini, 'bisa ada banyak saat menunggu sesuatu terjadi, dan sementara mereka menunggu, perempuan terutama, boleh menyanyikan vaihoho' menurut Philip Yampolsky (2012). Sementara mereka menunggu, perempuan memintal kapas menjadi benang.

Setelah mahar disepakati, pernikahan berjalan sebagai mana mestinya. Makanan disiapkan. Keluarga pengantin perempuan, terutama para perempuan. kadang-kadang dibantu oleh laki-laki, menyekam padi. Proses ini memiliki ritual sendiri, yang disebut orontafa. Orontafa melibatkan sekelompok orang, pria dan wanita, yang duduk atau berdiri di kedua sisi dari Oron, log besar 'mortar', penuh dengan gabah. Mereka memukul Oron dengan tongkat bambu dalam irama yang stabil, bekerja untuk megupas sekam padi. Sementara menumbuk padi mereka menyanyikan lagu orontafa lagu yang bisa bertahan sepanjang malam. Selain pernikahan, orontafa yang dilakukan dalam persiapan untuk upacara budaya lainnya, seperti bangunan atau meresmikan sebuah lee ia val (atau lulik uma dalam bahasa Tetum), rumah tradisional.

Untuk setiap pernikahan, keluarga pengantin wanita juga harus menyediakan maca-maca, paket kue ketan yang dibungkus daun anyaman (atau ketupat di Indonesia). Kegiatan pembuatan maca-maca disebut ore fa'i, dan disertai dengan nyanyian vaihoho. Ore fa'i berfungsi sebagai undangan untuk pernikahan, mereka yang menerima undangan diwajibkan untuk datang dan membawa persembahan untuk pengantin perempuan atau pengantin pria.
Ayat-ayat vaihoho dinyanyikan di orontafa dan ore fa'i sebagian besar mengenai cinta dan pernikahan. Dalam bagian terakhir dari pernikahan, pengantin diantar ke rumah suaminya. Orang akan bernyanyi vaihoho untuk menggambarkan dan menggaungkan perasaan kesedihan, karenameninggalkan rumah masa kecilnya untuk bergabung dengan suaminya.

Setelah negosiasi mahar terjadi, tahap akhir dari fa'i lipal adalah kedua keluarga bernyanyi bersama di bawah selembar tais. Lipal vaihoho nu adalah vaihoho yang dinyanyikan dalam aspek ritual.

Lipal fa’i didokumentasikan di sub-desa Sepelata (Nanafoe) di Bauro, dan di sub-desa Cai dan Titilari di Lore I, Lospalos. Responden di Selepata, Lospalos melaporkan vaihoho di Lipal fa’i dinyanyikan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah geografis datar berupa padang rumput. Ritual-ritual ini dan asosiasinya dengan vaihoho dipelajari ketika orang berkumpul bersama untuk melatih hal tersebut.

Can't find what you're looking for? Try viewing the site map.

Please share Many Hands International on your social networks
Receive occasional news & information
  
Your Email: