Pottery (puhu fa'i)

Earthenware pottery, puhu fa'i, is produced in Lautem sub-district. Pots are made for use storing and cooking food, carrying and boiling wine, or water. Pottery is made using a mix of white sand and clay collected from river beds. To make clay pots, white sand is shifted through a metal sheet pricked with holes removing any rocks or large grit. Clay is kneaded into the sand, in a similar fashion to bread dough, removing air trapped in the clay.

Photo: Shifting sand for clay.

 
Video: Shifting sand for clay pottery.
 

Photo: Kneading clay into sand to make pottery.

Clay is tempered with sand, to limit shrinkage during drying and reducing the risk of cracking. The clay mixture is then massaged into shape, to form pots, jugs, and other large vessels. Sticks or steel are used to shape larger vessels, and water is used as a slick to smooth the surface.

Photo: Pottery makers in aldeia Assalaino, Fuiloro.

 
Video: Preparing clay for pottery making.
 

Photo: Sculpting clay into urns.

To harden the clay into pottery, the objects are dried in the sun until they turn black, then they are fired in an open bonfire. The clay objects are placed in a bonfire, which is built over the clay objects. Coals are raked continually over the objects to maintain high temperatures to bake them into hardened pottery. Once the pottery becomes hot enough it reddens with heat. After several hours the pots are strong enough for use, and removed from the fire.

 
Video: Sculpting clay into pottery.
 

Photo: Pottery makers firing clay pots in aldeia Assalaino, Lospalos sub-district.

 
Video: Pottery makers firing clay pots in aldeia Assalaino, Lospalos sub-district.
 
Respondents mentioned that young people don't like to make clay pots as they are considered dirty, steel pots are preferred for cooking. Clay pot makers were all women found in aledia Assalaino, in Lospalos sub-district.
 
 
Gerabah tembikar, puhu fa'i, diproduksi di sub-distrik Lautem. Belanga dibuat untuk menyimpan dan memasak makanan, membawa dan mendidihkan anggur, atau air. Gerabah  dibuat menggunakan campuran pasir putih dan tanah liat yang dikumpulkan dari dasar sungai. Untuk membuat belanga tanah liat, pasir putih diayak menggunakan lembaran logam berlubang sehingga memisahkan batu atau pasir besar. Tanah liat diremas ke pasir, dengan cara yang sama untuk adonan roti, guna menghilangkan udara yang terjebak di tanah liat.

Tanah liat dicampur dengan pasir untuk membatasi penyusutan selama pengeringan dan mengurangi risiko retak. Campuran tanah liat kemudian dipijat dalam bentuk, dijadikan belanga, kendi dan wadar besar lainnya. Tongkat atau baja digunakan untuk membentuk wadah yang lebih besar, dan air digunakan sebagai pelican untuk menghaluskan permukaan.
 
Untuk mengeraskan tanah liat menjadi tembikar, objek dikeringkan di bawah sinar matahari hingga menghitam dan dibakar dalam api unggun terbuka. Benda-benda tanah liat diletakan di atas api unggun terbuka yang dibangun di atas objek-objek tanah liat. Batubara terus-menerus ditambahkan untuk mempertahankan suhu tinggi hingga mereka terpanggang menjadi tembikar keras. Setelah tembikar menjadi cukup panas, warnanya akan menjadi merah. Setelah beberapa jam, tembikar cukup kuat untuk digunakan, dan dikeluarkan dari api.
Responden menyebutkan bahwa anak muda tidak suka menggunakan tembikar dari tanah liat karena dinilai kotor, alat masak dari baja lebih disukai. Pembuat tembikar tanah liat seluruhnya perempuan dan dapat ditemukan di Desa Assalaino, di sub-distrik Lospalos.

Can't find what you're looking for? Try viewing the site map.

Please share Many Hands International on your social networks
Receive occasional news & information
  
Your Email: